Kamis, 25 November 2010
Minggu, 27 Juni 2010
A common Destiny for all
A common Destiny for all
So I reflected on all this and concluded that the righteous and the wise and what they do are in God’s hands, but no man knows whether love or hate awaits him.
All share a common destiny – the righteous and the wicked, the good and the bad, the clean and the unclean, those who offer sacrifices and those who do not. As it is with the good man so with the sinner; as it is with those who take oath, so with those who are afraid to take them.
This is the evil in everything that happens under the sun: the same destiny overtakes all. The hearths of men, moreover, are full of evil and there is madness in their hearts while their live, and afterward they join the dead.
Anyone who is among the living has hope – even a living dog is better off than the dead lion! For the living know that they will die, the dead know nothing; they have know further reward, and even the memory of them is forgotten. Their love, their hate and their jealousy have long since vanished; never again will they have a part in anything that happens under the sun.
Go eat your food with gladness, and drink your wine with a joyful hearth, for it is now that God favors what you do. Always be clothed in white, and always anoint your head with oil. Enjoy live with your wife, whom you love, all the day of this meaningless life that God has given you under the sun – all your meaningless day. For this is your lot in life and in your toilsome labor under the sun. Whatever your hand finds to do, do it with all your might, for in the grave, where you are going, there is neither working nor planning nor knowledge nor wisdom.
I have seen some thing else under the sun:
The race is not to the swift or the battle to the strong, nor does food come to the wise or wealth to the brilliant or favor to the learned; but time and chance happen to them.
Moreover no man knows when his hour will come:
As fish are cough in a cruel net, or birds are taken in a snare, so men are trapped by evil times that full unexpectedly upon them.
Solomon, Ecclesiastes 9
sudah selesai
“Sudah selesai”
Yohanes 19: 30
Kata-kata ini termasuk ke dalam kata-kata yang Yesus ucapkan sebelum kematiannya di kayu salib. Ketika Dia menyerahkan nyawanya Yesus juga berkata:
“Sudah selesai”
Sesungguhnya, apakah itu yang dimaksudkan oleh Yesus dengan “sudah selesai”. Apa yang sudah selesai?kehidupannya kah? Apakah benar kehidupan Yesus selesai tidak berlanjut lagi setelah penyalibannya, sebaliknya sejarah mencatat malah ditemukan banyak Kristus-Kristus baru setelah Yesus tidak ditemukan lagi di dunia ini, itu sebabnya munculah istilah Kristen, bagi orang-orang yang hidupnya serupa dengan Yesus. Kehidupan Yesus tidak selesai hanya sampai penyalibannya saja, nafasnya terus diteruskan menyebar ke segala penjuru dunia bertahan selama berabad-abad, dihembuskan dari nyawa ke nyawa langkah demi langkah ratusan bahkan ribuan orang telah melanjutkan perjalanan Yesus anak tukang kayu dari Nazareth yang dilahirkan lebih dari 2000 tahun yang lalu sehingga hari ini seluruh benua sudah pernah mendengar tentang dia dan apa yang dia ajarkan.
Jadi apa yang sudah dia selesaikan kalau kita hari ini masih melihat orang-orang melakuan pekerjaannya? Atau mungkin kita pun salah satu orang yang melanjutkan nyawanya di dunia ini. Pertanyaan yang sama: apa yang sudah selesai itu?
Hutang dosa, dan semua konsekuensinya sudah selesai lunas terbayar oleh Yesus. Itulah yang sudah selesai. Sebab kamu tahu, kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas,melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.(1pet1:18-19)
Karya penebusan itu sudah selesai ketika Yesus disalibkan bagi kita. Hal ini berdampak sangat besar jika saja kita mau mengimaninya. Dampaknya tidak bisa tidak adalah kehidupan yang kita miliki dalam kelimpahan, kemenangan dan ketidakmustahilan dalam segala sesuatu.
I korintus 15:57 Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.
II Korintus 2:14 Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan-Nya. Dengan perantaraan kami Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana.
Kolose 2:15 Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka.
Matius 17
17:20 Ia berkata kepada mereka: "Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, -- maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.
Markus 9
9:23 Jawab Yesus: "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!"
Yesus sudah memungkinkan kita untuk selalu membuat kita menang. Selalu bukanlah kadang-kadang. Selalu artinya ya selalu, bukan juga hampir selalu. Sejak penyaliban dan kemenangannya atas maut, kita berhak untuk selalu menang dalam segala sesuatu karena tidak ada suatu hal pun yang mustahil bagi orang percaya, maka segala sesuatupun mungkin untuk dimenangkan. Financial, kesehatan, relasi, percintaan, keluarga, pekerjaan, studi, kekudusan, pelayanan dan lain-lain. Daftarnya bisa terus bertambah dan kabar baiknya semuanya yang kita hadapi bisa dimenangkan karena semuanya sudah selesai atau tepatnya sudah diselesaikan.
Tetapi akan halnya kita tidak menerima kemenangan itu, maka seperti kesalahan tidak terjadi pada stasiun televisi yang sudah menyiarkan siarannya jika kita tidak menikmati siaran tersebut, demikian pula kesalahan tidak terjadi pada pihak Tuhan yang telah memberikan kemenangan itu bagi kita jika kita tidak menerina janji-janji-Nya. Jika sebuah stasiun televisi telah menyiarkan siaran dan kita tidak menerima siaran tersebut, maka masalahnya mungkin karena kita sedang melihat oven yang mirip televisi, atau kita sudah melihat televisi namun tidak menghidupkannya, atau kita sudah melihat televisi dan sudah menghidupkannya tapi televisinya sedang rusak. Yang pasti stasiun televisinya sudah mengirimkan siarannya. Sungguh tidak tepat jika kita complain pada stasiun TV yang sedang siaran hanya karena kita malas untuk membetulkan antenna TV kita.
Namun, ada juga orang-orang yang berlaku seperti orang-orang bijak yang mau menerima apa yang terjadi pada mereka, mereka duduk di sofa mereka, berharap-harap cemas apakah kali ini mereka bisa menikmati siaran Piala Dunia yang telah mereka nantikan. Mereka kemudian menyalakan TV nya namun tidak memeriksa apakah chanelnya sudah tepat, atau apakah antenanya sudah terpasang, mereka memiliki pengharapan yang begitu besar, karena mereka pikir itu cukup. Ketika mereka tidak menerima apa yang mereka harapkan, mereka saling menguatkan satu sama lain, lalu seseorang dari mereka mulai berkata: “ saudara-saudara yang saya kasihi, Stasiun televisi memiliki tiga jawaban untuk kita yang berharap, ada jawaban Ya, Tidak dan Tunggu, mungkin kali ini Stasiun TV belum mau memberikan siarannya tapi percayalah Stasiun televisi mengetahui yang terbaik bagi kita, harap kita semua bersabar dengan kondisi ini, mari kita jangan putus pengharapan, suatu saat nanti, pada waktu yang dia anggap terbaik bagi kita, kita akan menerima siarannya. Ada amin saudara ku?.”
Bukankah kita yang tidak beriman sering bersembunyi dibalik pembenaran diri semacam itu, masalahnya seringkali bukan pada waktu Tuhan, karena Dia telah memberikannya bagi kita, masalahnya sering kali ada pada kita yang tidak sepenuhnya percaya Dia mau melakukannya bagi kita saat ini. Simaklah doa seorang pelayan gereja yang sedang menegok anggota jemaat yang sedang sakit ini:
“ Bapa kami di dalam sorga, kami saat ini sungguh sangat bersyukur, karena Engkau telah memberikan sakit penyakit ini bagi saudara kami, kami berdoa agar engkau bekerja lewat obat-obat yang diminum, lewat pelayanan yang diberikan oleh dokter, perawat dan keluarga, biarlah itu menjadi kesembuhan bagi saudara kami ini Tuhan. Terimakasih ya Tuhan kami berdoa dalam nama tuhan kami Yesus Kristus, amin.
Masalahnya bukan terletak pada kata-katanya tapi kepada pola pikir yang mendasari doa ini atau doa-doa semcam ini. Silahkan pungkiri, tapi dewasa ini kita lebih mudah beriman pada ramuan, racikan obat-obatan yang berjudul berkhasiat, dari pada pada penumpangan tangan orang percaya yang menyembuhkan seperti yang tertulis di markus 16:17-18.
Menjadi bijaklah, sanggahlah pernyataan di atas, itu pasti membuat diri kita merasa lebih baik, dan memang itulah yang sering dilakukan kita, orang-orang Kristen abad ini, melakukan ritual ibadah, atau melakukan segala aktifitas rohani untuk merasa lebih baik di dalam diri kita.
Alih-alih kita menambah iman, kita malah menjadi lebih bijak dan lebih lapang dada menerima segala yang terjadi pada kita. Mengobati perasaan dengan mengatakan pada diri bahwa “Semua yang terjadi sudah didizinkan oleh Allah” cukup membantu, mengapa tidak dilanjutkan dengan kebenaran bahwa “tidak ada yang mustahil bagi orang percaya”. Mengapa kita lebih suka melihat, menerima, dan bersabar dengan ratusan semut-semut di layar kaca dari pada memperbaiki TV kita yang rusak?
Mari kita cermati apa yang dituliskan Paulus untuk jemaat di Efesus.
Ephesians 1:3-4 (NEW INTERNATIONAL VERSION)
Praise be to the God and Father of our Lord Jesus Christ, who has blessed us in the heavenly realms with every spiritual blessing in Christ. For he chose us in him before the creation of the word to be holy and blameless in His sight in love.
(LAI, TERJEMAHAN BARU)
Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat dihadapannya. *)Dalam kasih ….
*)beberapa terjemahan bahasa Inggris menyatukan frasa “dalam kasih” dengan kalimat sebelumnya, tidak terpisahkan oleh tanda baca titik. Sehingga terjemahan Bahasa Indonesia untuk efesus 1:3-4 menjadi:
Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat dihadapannya dalam kasih.
Bahkan Petrus pun yang pernah berselisih dengan Paulus dalam beberap hal, menuliskan hal yang senyawa.
II Petrus 1
1:3 Karena kuasa ilahi-Nya telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia, yang telah memanggil kita oleh kuasa-Nya yang mulia dan ajaib.
Segala berkat yang menjadikan kita kudus dan tak bercacat dihadapan-Nya dan yang berguna agar kita hidup saleh telah dianugerahkan bagi kita.
Sabtu, 30 Januari 2010
bayu, gempita
gempita pujian bagi sang Pencipta harmoni ku saksikan dengan takjub dipimpin piawainya sang surya pagi..
sungguh nada-nada takpernah bisa lebih indah dari ini, goresan tangan para seniman darah dan dagingpun tak bisa menyaingi karya ilahi yang kusaksikan saat ini, saat Dia berbisik lewat lembayu betapa Dia mengasihiku dan Dia baru saja selesai menghitung ulang jumlah helai rambutku yang dimulainya saat aku melupakan Dia dalam lelah lelapku..
Selasa, 05 Januari 2010
Goyah
Ingin berbagi perenungan,
Aku merasakannya juga, entah karena terlalu angkuh untuk berani membuka pikiran ini atau mungkin sebuah konsekuensi dari kesendirian sehingga semuanya mulai dipertanyakan lagi. Tentang semua hal, yang sudah aku jalani, yang sudah kutekuni, yang sudah kukejar dan kuusahakan. Ini tentang iman. Aku merasakan krisis iman. Aku mulai mempertimbangan kalau-kalau iman hanyalah...omong kosong.
Sebuah omong kosong agar kita merasa lebih baik, merasa lebih bermoral, merasa lebih dekat dengan Tuhan, merasa lebih tenang dan merasa lebih damai. Temanku menyebutnya sebuah manipulasi. Sebuah manipulasi agar semuanya tampak lebih berarti untuk dijalani.
Nyatanya, sering kali kita atau aku melihat kegagalan-kegagalan dari iman. Dan ketika iman itu dihadapkan pada realita kegagalan para teolog atau penganutnya membelanya dan selalu membelanya, dibalik kata Tuhan mempunyai maksud dan rancangan yang indah dibalik semuanya..akhirnya di tengah-tengah kegagalan itu aku diminta untuk kembali beriman, bahkan untuk menanggung iman yang lebih besar dari sebelumnya.
Aku melihat seorang anak muda mati, ditengah-tengah cinta dan harapannya sebagai seorang muda dia mati. Padahal diapun beriman. Lalu kapan lagi iman terbukti berguna bagi kehidupannya kalau ia mati. Kembali lagi para pembela iman berkata,”Dia sudah senang di atas sana, itu jauh lebih baik.” Lalu kenapa kita harus beriman kalu pada akhirnya kita akan mati sebagai orang-orang yang tidak menerima apa yang dijanjikan iman dan mendapat hadiah hiburan suatu sorga. Apa gunanya iman di bumi ini?
Dalam kekalutanku saat itu aku ingin menghampiri peti jenazah itu menumpangkan tangan kiriku di dahi raga tak bernyawa itu dan mengangkat tangan kananku ke sorga lalu berdoa: “Tuhan kembalikan nyawanya, bukankah ketika Kau hidup di bumi ini Kau selalu membangkitkan anak-anak muda yang mati. Kau selalu tergerak oleh belas kasihan, Kau selalu tahu jika anak muda tak pantas mati dengan impiannya, bukankah Engkau yang telah menaruh impian dalam hati anak-anak manusia? Kenapa saat ini Kau membunuh manusia muda beserta dengan banyak impian di sekelilingnya?” namun aku ingat aku bukan hanya pernah membayangkannya aku bahkan pernah benar-benar mencobanya.. nihil. Dia tidak bergeming, Dia tidak perduli, Dia diam saja.
Ketika kita gagal, kita diminta beriman lebih besar lagi bahwa ada yang jauh lebih baik di belakang sana, tapi jika kita mati tanpa mendapatkan apa yang kita imani di bumi ini, ada sorga menanti...adakah arti lain dari iman selain omong kosong?
Lalu seseorang yang beriman dan yang menerima apa yang dijanjikan datang dan berkata padaku bahwa ia menerima apa yang iman janjikan. Aku melihat orang yang tak berimanpun menjadi rekannya di dalam kejayaan itu. Apa bedanya?
Orang beriman berdoa, belajar dan bekerja dengan baik dan menerima apa yang dijanjikan. Begitupula orang tak beriman, belajar dan bekerja dengan baik dan bisa ada pada tempat yang sama dengan orang yang beriman itu.
Apakah kesuksesan hanya milik orang benar yang beriman teguh pada Tuhan?
Nah jika sampai di sini orang beriman mendefinisikan ulang kesuksesan dengan hal-hal yang lebih abstrak, seperti kuasa menikmati, sukacita, kesehatan, kalu tidak sehat ya bahagia dan damai di hati, kuat menghadapi segala penderitaan..oh ya aku mengingat sesuatu yang orang beriman definisikan tentang kesuksesan.
Sukses adalah “Sebuah perjalanan”. Ketika dalam kesusahan sukses menjalani kesusahan itu. ketika dalam kesakitan, sukses dalam menjalani kesakitan itu sebagai orang yang tetap beriman teguh dan berpengharapan pada Tuhan, walaupun akhirnya mati juga..dan sukses menjalani kematian sampai di pintu sorga dan masuk kedalamnya..orang beriman selalu sukses dalam kehidupannya tak peduli apapun yang di alaminya Tuhan selalu ada dan memberi kekuatan ke pada orang beriman.
Lalu untuk apa DiA BERJANJI, tigapuluhribu janji-janji itu mau kemanakan jika hanya begitu saja kehidupan orang beriman. Aku tidak cukup tabah jika tidak menerimanya. Bukankah sebuah penipuan?atau iming-iming belaka? Diberi janji, kita beriman, kita tidak mendapat, dan kita mati, masuk sorga, katanya. Jika janji-janji di bumi tidak dipenuhi, akankah janji akhir sorga juga akan dipenuhinya?
.....
Memang dengan berkata seperti ini aku menganggap sepi kekayaan kemurahannya yang sudah kurasakan dalam hidupku, dalam hidup orang-orang yang ku kenal dari dekat, bagaimana Tangan yang Agung itu membimbing dan memberi kemenangan sangat nyata meskipun tetap ada penjelasan logis dari semuanya. Tapi yang kutanyakan adalah bagaimana dengan orang yang tidak menerima apa yang di janjikan?memang ada?entahlah apa aku harus hidup lebih lama lagi untuk melihat akhir segala sesuatu dan membuktikannya,
Penulis kitab ibrani dalam ayatnya Ibrani 11:13 (tampaknya ini bukan nomor keberuntungan)
“Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di dunia ini.”
....
Aku pernah beriman dan tidak menerimanya:
Suatu pagi, dini hari, aku terbangun, aku yang saat itu sangat yakin Tuhan yang membangunkanku. Aku memuji dan menyembahNya dan merasakan apa yang biasa orang percaya katakan hadirat Tuhan. Aku rasakan damai, kekuatan dalam diri, dan sukacita. Lalu aku lanjutkan dengan mendengar suara-Nya lewat pembacaan kitab suci. Aku membaca kisah Yesus yang menyembuhkan orang lumpuh..dan setelah memanjatkan beberapa pokok doa, aku kembali tertidur. Pagi itu adalah dini hari Minggu, harinya aku ke gereja.
Aku ke suatu gereja pada pagi itu untuk mempersembahkan pujian natal murid-murid SMA ku, karena saat itu mendekati Natal, atas dasar mengisi pujian kami promosi sekolah juga. Di gereja itu ada orang lumpuh. Aku teringat bahwa Yesus bisa saja menyembuhkan orang itu, tak ada yang mustahil bagi Dia. Dan aku teringat sebuah rahasia yang dibagikan kepada jemaat di kolose, bahwa Yesus ada di tengah-tengah kita, Yesus yang adalah pengharapan akan kemuliaan, ada di sini, bersamaku. Immanuel, Allah beserta kita, tubuhku adalah bait Allah, dan masih banyak ayat yang menguatkanku bahwa Dia selalu ada serta. Implikasinya adalah, ketika Yesus ada dan tergerak oleh belas kasihan, Dia membuat mujizat. Iman timbul dalam diriku. Namun aku tidak cukup berani untuk mendoakan orang lumpuh itu. pagi itu tidak ada yang terjadi..aku membiarkan imanku mati tanpa perbuatan.
Sore harinya aku kegereja yang lain lagi. Aku sangat menikmati ibadah di gereja itu, dan padawaktu khotbah aku melihat di samping barisan yang lain dari tempat aku duduk ada lagi orang lumpuh.. ya orang lumpuh lagi, kebetulankah? meskipun iya bukankah Tuhan yang mengatur segala sesuatunya? Saat itu aku sangat yakin bahwa kata “kebetulan” adalah kata lain dari Allah yang berperan serta di belakang layar.
Aku seperti mendapatkan sebuah pertanda. Bahwa Dia tidak main-main tentang apa yang Dia simpan di hatiku. Dan kali ini aku tak mau kehilangan kesempatan melihat iman ku menang, menampakkan kemuliaan Tuhan bagi umatnya yang percaya. Aku bertekad, bertekad penuh untuk menjadi alat-Nya, degup jantungku merespon dengan berdetak lebih kencang, telapak tanganku dingin aku mengumpulkan semua keberanian untuk merespon semua tanda-tanda yang kulihat hari ini, dari pagi tadi. Aku berdoa.
Akhirnya saat yang dinantikan, doa berkat sudah di ucapkan dan saatnya jemaat saling berjabat tangan, aku tak kemana-mana lagi, langsung ku cari anak yang lumpuh itu..”Tuhan, Kau menciptakan segala sesuatu sempurna, ini bukan kehendakmu, lumpuh adalah bukan kehendakmu, datanglah kerajaanMu Tuhanku dan Jadilah kehendak-Mu” aku terus berdoa dalam hatiku..sambil terus mendekat dan mencari kata-kata apa yang akan kujelaskan pada orang lumpuh ini dan orang tuanya yang bersamanya saat itu.
“Shalom,..mm saya ezra, boleh saya berdoa untuk anak ibu?”
“oh.., iya boleh silahkan..” kata-katanya seperti penuh harap dan sukacita.
Aku duduk di sebelah anak muda yang lumpuh itu, aku jelaskan apa yang terjadi pagi tadi, kukatakan bahwa Allah atau Tuhan Yesus ingin agar dia sembuh. Responnya tak ku mengerti, dia dingin, seperti baru bangun dari rebahnya, entah apakah sempat muncul pengharapan dalam dirinya saat aku katakan kata-kata iman itu. tapi dia memandangku..
“boleh kita berdoa?” kutanya cepat
“iya” anak muda itu menunduk, melipat tangannya,
Kamipun berdoa.
“... YESUS YANG TELAH MATI DI KAYU SALIB UNTUK KAMI TELAH MENYELESAIKAN SEMUANYA, DAN DIA SUDAH MENANG ATAS MAUT DAN ATAS SEMUANYA, DI DALAM NAMA TUHAN YESUS, ENGKAU SAAT INI TELAH DISEMBUHKAN! AMIN” semua sisa keberanianku tertumpah sudah di doa itu..
Aku memintanya untuk berdiri.
Dia memandangku..,dia mengambil tongkatnya, tapi aku ambil tongkat itu, karena tongkat itulah masalahnya, dia harus bangkit tanpa tongkat itu..
Dia mencobanya, pandangananya masih tertuju padaku.. seperti mengambil kekauatan dari imanku. Dia benar-benar telah mencobanya, sampai aku berikan lagi tongkat itu..
.........., Aku gagal.
Ingin aku langsung berpaling berlari keluar gereja itu, menyembunyikan diri dari malu ini. Apa yang kulakukan! sebuah kerumunan jemaat melihat semua pertunjukan gagal ini. Mereka sedang memandangiku, terhenti semua, sungguh mirip adegan film yang terhenti di-pause saat orang-orang itu sedang bercengkrama atau berjabatan tangan antar sesama, lalu tiba-tiba mereka tersihir heran memandangiku, dan berusaha mencerna apa yang baru saja aku lakukan. Sang pengkhotbahpun sedang menatapku saat itu. Sesaat bumi bagiku tampak terhenti dan begitu senyap, aku menatapnya dan dengan sisa harga diriku aku menyalaminya cepat, dan bergegas meraih tangan istriku untuk segera pergi dari tempat itu. seolah-olah gereja suci itu telah berubah menjadi tempat yang mengancam. Mengancam serpihan harga diriku yang sudah berserakan.
Tak berani aku berlari memperlihatkan rasa malu ini, aku hanya berjalan lebih cepat, lebih cepat dari biasanya sehingga aku seperti menyeret istriku. Dan setibanya aku di pintu keluar, hujan besar, deras sederas-derasnya turun menghadangku untuk menahan langkahku melarikan diri. Habis.., habis sudah, aku malu, sangat malu. Iman, keberanian, harga diri, lenyap sudah sudah tak ada lagi yang dapat kupegang saat itu, hanya lengan istriku yang ku pegang erat. Lalu saat aku menoleh kebelakang, para jemaat yang tadi menontonku mulai berdatangan ke pintu keluar, mereka seperti mamandangiku. Dan di ujung gerombolan anak muda lumpuh itu kembali kulihat mengenakan tongkatnya, mengahampiriku. Aku tak bisa pergi lagi, ku hampiri dan kamipun berbincang-bincang, sebagai seorang manusia biasa saja.
..........
Dia berbagi kisah imannya, yang sudah hampir ia tinggalkan. Anak muda yang lumpuh itu menceritakan kisahnya pergi dari KKR yang satu ke KKR yang lainnya. Menghampiri Tuhan Yesus dan mujizatnya yang ditawarkan oleh hamba-hamba-Nya yang terpuji dan terkenal. Namun, tak kunjung juga iman itu menjadi nyata. Saat hampir habis harapannya pada Tuhan, dia berdoa dan mendapatkan sesuatu berkata di hatinya, bahwa dia harus terus berharap pada Tuhan, tinggal tiga kali lagi didoakan orang yang tidak dia kenal maka dia akan sembuh. Itupun diragukannya sebagai suara Tuhan, tapi saat ini ada orang yang tidak dia kenal mendoakannya. Sudah satu orang, tinggal dua lagi.
Kejadian itu, menawarkanku untuk kembali beriman.
.........
Hari itu membuat aku terus mempertanyakan ulang semuanya. Aku mempertanyakan imanku. Aku mempertanyakan lagi keberadaan sang Pencipta, namun sulit untuk menyangkali yang ini. Dunia dan hal-hal yang paling sederhana dari alam ini adalah hal yang sangat kompleks dan teratur, terlalu teratur untuk Chaos (kekacauan dan ketidak sengajaan) yang menciptakannya. Mempercayai theori Chaos bahwa alam semesta tercipta begitu saja dari rentetan kejadian kacau sama gilanya dengan memepercayai adanya Tuhan yang menciptakan ini semua. Aku sudah terbiasa dan memang memilih untuk mempercayai adanya kuasa dan pribadi Sang Pencipta.
Masalahnya adalah Dia terlihat tidak perduli dengan ciptaannya. Semuanya telah Dia serahkan pada hukum alam. Seolah memang itulah kehendaknya: “Hukum Alam”. Sebagai contoh: Kunci keberhasilan adalah pelajari masalahnya, rencanakan dengan baik, dan lakukan rencana dengan baik lalu buat evaluasi untuk mempelajari permasalahannya dengan lebih baik lagi, rencanakan dengan lebih baik lagi dan lakukan dengan lebih baik lagi, jika dengan tekun kita melakukan lingkaran kerja ini terus menerus maka kita akan sampai pada keberhasilan. Orang beriman menambahkan doa sebelum bekerja dan bersyukur setelah selesai untuk mengakui bahwa segala hasilnya adalah kerelaan hati dari sang Pencipta. Padahal sepertinya tanpa doapun, jika semuanya dilakukan dengan baik maka hasilnya pun akan baik.
Dimanakah iman berfungsi?
Kemanakah perginya iman yang melawan hukum alam itu? seakan ditelan logika dan orang orang yang memujanya membela iman yang telah jadi legenda itu mati-matian dengan pemikiran yang mulia agar kita tabah. Kemanakah iman yang menyembuhkan orang sakit, mencelikan yang buta, membangkitkan orang mati, membelah laut, iman dimana kemustahilan rebah tak berdaya dihadapannya.
Seorang bijak berkata padaku bahwa mujizat terjadi hanya jika ia diperlukan, tapi ada kala ketika aku memerlukannya dan benar-benar memerlukannya, mujizat itu tidak terjadi malah ajakan untuk lebih tekun, percaya,tabah dan sabar.
Ada kisah lagi dalam hidupku yang belum lama ini yang menggoyahkan percayaku pada-Nya.
............
Ujian Nasional 2009.
Sebagai seorang guru matematika dan orang beriman aku menasihatkan pada murid-muridku kelas XII untuk jujur, untuk benar dalam mengerjakan Ujian maha dasyat itu. kuyakinkan mereka bahwa Tuhan selalu setia, selalu ada untuk mereka, tak pernah meninggalkan. Dia ada untuk memberi kekuatan bagi orang-orang yang berharap pada-Nya.
Mereka balik bertanya, apakah kami pasti berhasil lulus dari UN jika percaya pada Tuhan.
“Jika Percaya dan belajar dengan baik, pasti, pasti berhasil.” Tegasku.
Ketika mengatakan itu aku seperti membohongi diriku sendiri. Sesungguhnya aku ingat empat anak yang mengikuti apa yang kukatakan tahun lalu, mereka belajar dengan giat, mereka berdoa, dan mereka menolak untuk curang di UN tahun 2008 dan mereka tidak lulus. Terus terang aku merasa seperti dihianati. Aku merasa sangat menyesal. Aku jelas sangat megerti apa yang terjadi saat itu. Iman tidak menolongnya saat itu. meskipun anak ini sangat berharap pada Tuhan dalam doa dan usaha, tapi iman teryata tidak selalu menolong semua orang yang berharap pada-Nya bahkan ketika disaat kita rasa kita sangat membutuhkan-Nya.
Lalu ku ralat kata-kataku sebelumnya,
“Jika kalian percaya dan sungguh menaruh Percaya pada-Nya, masih ada kemungkinan kalian tidak lulus, bedanya kalian lulus Ujian Sorga, Tuhan akan berkenan pada kesetianmu pada-Nya”
Dengan mengatakan itu aku seolah mengakui dikotomi, pembedaan antara hal rohani dan sekuler. Padahal aku paling tidak setuju pembedaan itu. Hal rohani harus menampakkan dirinya di dunia realita ini. Aku masih pada keyakinan bahwa iman tidak akan membawamu ke mana-mana menuju kesuksesan, usaha, kerja keras, ketekunan dan semua hal positif lainnya. Jikapun iman ada masuk di daftar ramuan kesuksesan maka fungsinya tidak lebih dari penyeimbang detak jantung yang berdegup takut. Iman hanya berfungsi agar kita bisa memanipulasi diri untuk lebih tenang, percaya diri dan percaya pada suatu kekuatan yang lebih besar di luar kita. Namun, apakah benar kekuatan di luar itu ada? Hal ini bahkan lebih gamblang di jelaskan oleh The Secret sebagai kekuatan pikiran. Bahwa pikiran kita adalah gelombang yang memanggil, menarik segala sesuatu yang dengan sengaja atau tidak sengaja kita fikirkan menjadi kenyataan. (karena kata buku The secret, jika kita berfikir “jangan telat” maka kita sedang memanggil “telat” maka berfikirlah positif, pikirkanlah “tepat waktu”) Mengapa hal ini bisa terjadi?
Semesta, jawabanya menurut The Secret adalah karena Semesta. Kita adalah partikel bagian dari Semesta yang sangat besar, dan ketika kita membutuhkan sesuatu atau dianggap membutuhkan sesuatu oleh semesta maka semesta menolong, atau mendukung agar segala yang kita panggil lewat gelombang pikiran kita itu menjadi nyata. Profesor Yohanes Surya dalam Seminarnya yang diadakan oleh Majelis Pendidikan Kristen Desember 2009 kemarin setuju dengan hal ini, bahwa semesta akan mendukung. Teorinya beliau sebut dengan Mestakung (Semesta Mendukung).
Kekuatan pikiran itu adalah penjelasan paling seperti masuk akal saat ini. Para Motivator, Pengusaha, Agen MLM dan serupanya sering membicarakannya. Sebagai media Meningkatkan Kekuatan berdoalah pada Apapun atau atas nama Siapapun maka jika itu terjadi tak lain itu karena gelombang pikiran kita cukup kuat untuk menarik kata-kata doa itu menjadi kenyataan, tapi sesungguhnya yang menyediakan semuanya itu adalah semesta. Tuhan yang disebut dalam doa hanyalah...media. Tak lebih dari itu. Seorang pengidap kanker menjadi sembuh setelah setiap hari selama 3 bulan bersyukur di tiap langkahnya dari mulai bangun tidur. Syukur mempunyai kuasa menyembuhkan, bersyukur pada Tuhan, Budha, Dewa-dewa, atau Semesta hasilnya akan sama saja. Yang penting bersyukur karena Objek syukur hanyalah Objek.
Aku mengatakan ini bukan karena aku percaya, hanya karena pernah aku baca. Kalau ini ku percaya, kontan aku pun yakin bahwa Yesusku hanya hasil manipulasi diri akibat penyakit gilaku yang nomor kesekian. Atau aku tak mau percaya karena takut mengakui gila? Entahlah, tapi sampai saat aku menuliskan ini aku lebih memilih gila dengan mempercayai masih ada Sosok Pencipta. Karena apa bedanya kata Tuhan dengan kata Semesta? Semesta hanya terdengar lebih sains! Dua-duanya butuh iman bayar dimuka. Dan bagiku ide Semesta sebagai penjawab doa dan syukur ini lebih bodoh dari ide Tuhan yang menjawabnya.
Ok, aku harus mengakui bahwa kekuatan pikiran memang ada. Orang atheis saja bisa melakukan hal yang orang beriman katakan mujizat. Kesimpulanku iman bukanlah kekuatan pikiran. Harus lebih dari itu. harus bisa lebih. Implikasinya adalah aku harus mengakui selama ini aku sangat jarang kali beriman, hanya merasa beriman. Iman harus sesuatu yang lebih besar dari sekedar Kekuatan Pikiran karena yang ditawari kepadaku oleh iman adalah:
“Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, apa yang tidak pernah didengar telinga manusia, atau apa yang tidak pernah muncul dalam hati manusia, itu yang disediakan Allah bagi orang-orang yang mengasihi-Nya.”
Sudah seharusnya, jika Dia masih bekerja di tengah-tengah peradaban manusia, bukan hanya menonton dan menyerahkan segala sesuatunya pada hukum alam, maka hal-hal yang aneh, ganjil, prima, tidak real, imajiner (kayak bilangan aja) itu yang di sediakannya bagi yang sungguh hati mengasihi-Nya. Ini bukan berbicara mengenai berkatnya saja tapi segala sesuatu. Mungkin itu sebabnya hal iman yang sejati tidak tertangkap hikmat manusia.
Aku baru mengerti bahwa iman dan pengharapan, juga cinta tidak membutuhkan dasar untuknya mereka tegak berdiri atau tertanam kokoh. Mereka adalah sayap-sayap yang tak terlihat, tak berdasar logika. Merekalah yang akhir, ketika semuanya berlalu dan telah mencapai kesudahannya; iman, pengharapan dan kasih. Dan yang paling besar diantaranya adalah kasih. Karena Allah adalah kasih. Kasih yang sejati adalah Dia sendiri sang pencipta segala-Nya. Hal ini diberitahukan padaku oleh tiga pemuda yang dihadapkan pada Api Sang Raja Nebukadnezar yang telah dipanaskan 7 kali lipat. Mereka berkata untuk terakhirkalinya saat mereka ditawari untuk menyembah sang Raja untuk sebuah pengampunan:
“Sekiranya Allah yang kami sembah tidak melepaskan kami dari Api Tuanku Raja, kami akan tetap menyembahNya”
Ketika tiga pemuda itu dilemparkan ke perapian, sayup kudengar didalam hatiku nyanyian tua pemazmur Asaf melantunkan kata demi katanya:
“Siapakah gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada padaku yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya”
Disinilah kudapati terang yang memperlihatkan diriku lebih nyata. Bahwa aku belum setulus pemazmur Asaf atau Sadrak, Mesak dan Abednego, mereka telah meleburkan raga dan hatinya hanya untuk Sang Pencipta. Bagaimanamungkin tak ada lagi yang diingininya di bumi ini? Tidak menjadi kecewa ketika semuanya lunas tuntas tak bersisa, walau tak mendapatkan yang dijanjikan tetap merindukan Sang Pensabda, pemberi janji, tak berkurang sedikitpun rindu dan cintanya, tidak tergantung pada apapun yang menimpanya, apakah janji itu terpenuhi atau tidak.
Aku mulai mengerti mengapa kisah Ayub yang tak jelas fiksi faktanya itu menjadi bagian dalam kitab suciku. Dialah sample sempurna dari Arogansi Ilahi yang sah-sah saja dilakukan-Nya semata-mata hanya karena Dialah Sang Penguasa dan itu memenuhi hukum apa yang tidak pernah timbul dalam fikiran manusia itu yang disediakanNya bagi yang mengasihiNya. Itu memberitahuku agar tidak macam-macam berurusan dengan Sang Yang Maha Besar dan Benar itu..sungguh terpujilah Tuhan karena HikmatNya tak terselami manusia.
Misteri iman ini telah menjadi kabut gelap sekaligus kabut kemuliaan yang menyembunyikan diri-Nya dari para pencariNya yang ingin dekat dengan-Nya, yang ingin selalu memuja dan menyembah-Nya dengan alasan yang tersimpan jauh didalam hatinya yaitu karena Dialah sumber segala nikmat dan sentosa.
Seorang pengabar kabar baik yang kukenal menyarankan kami agar tidak mencari harta di bumi ini tapi Dia, DIA, karena Dialah sumber segala harta. Sungguh jika atas dasar ini kita beriman dan mencariNya dan mau repot-repot menyembahNya, maka misteri iman akan menanti para pemercaya pemberitaan ini. Aku telah menjadi salah satunya.
Perenungan ini masih menyisakan banyak pertanyaan, belum semua dan memang tak akan semua terjawab. Aku akan beristirahat dalam kepuasan sesaat ini, sambil menyiapkan diri saat pertanyaan berikutnya megajakku kepada perjalanan lebih dalam untuk mengenal-Nya, untuk mungkin mempertanyakannya lagi dan lagi.
Karena:
“Berbahagialah orang yang kesukaannya ialah taurat Tuhan dan yang merenungkannya siang dan malam,
Ia seumpama pohon yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya,
Apa saja yang diperbuatnya berhasil.”